Hidup memang tidak selamanya menyenangkan duka dan derita yang dialami selalu menjadi tumpuan dalam menjalani keseharian seseorang, di jaman yang semakin berkembang dengan pesat ini masih terdapat orang-orang yang kehidupannya bisa dikatakan tidak layak atau kurang diperhatikan pemerintah entah karena janji yang hanya ucapan belaka atau memang tidak dapat diperhatikan sama sekali.
Seperti halnya nenek ini, nenek yang sudah berumur 70 tahun ini ternyata tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah. nenek yang hidup sebatang kara ini tinggal disebuah gubuk yang bertempat dipemakaman umum. Sungguh miris, hal ini terjadi karena sang nenek tidak tercantum dalam penerima BLT (Bantuan langsung Tunai) yang diselengarakan pemerintah dikecamatan cibatu, kabupaten garut, Jawa Barat. Kejadian ini sudah sering terjadi pada sang nenek yang tidak pernah menerima satupun bantuan langsung tunai dari pemerintah karena tidak terdaftar sebagai penerima bantuan. Berikut ini adalah kisah nenek yang tinggal di pemakaman dan tidak pernah menerima bantuan apapun dari pemerintah :
Kisah Hidup Nenek Berumur 70 Tahun Yang Tinggal Di Pemakaman
Sekitar 650 warga Desa Wanakerta, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat terdaftar sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada pencairan BLT pekan kemarin. Namun dalam daftar orang-orang kurang mampu tersebut, nama Mak Uwok tak ada.
"Ema mah ti baheula ge teu nampi BLT da cenah teu aya dina daftarna. Nepi ka ayeuna ge can perenah narima bantuan ti pamarentah," jelas Mak Uwok ketika ditemui di rumahnya beberapa hari lalu.
Daftar penerima BLT memang aneh. Nama-nama yang ada dalam daftar, yang dinyatakan sebagai warga kurang mampu secara ekonomi itu, sebenarnya banyak yang bertempat tinggal permanen dengan perabotan cukup lengkap, bahkan tak sedikit pula yang memiliki kendaraan roda dua,gadget canggih, hingga yang berperhiasan. Ironisnya, di sisi lain, warga yang benar-benar tidak mampu seperti Mak Uwok, malah tak ada di dalamnya. Siapa yang ngaco, hingga kini tak diketahui?
Lepas dari BLT, nasib Mak Uwok sangat tragis. Di usianya yang sangat tua, lebih dari 70 tahun, hidup Mak Uwok sebatang kara dan tinggal di sebuah gubuk kecil di lahan pemakaman di tengah kampung. Gubuk itu hasil gotong royong warga. Tanah makam dipilih warga sebagai tempat tinggal Mak Uwok karena tak ada lagi lahan kosong di Kampung Wanakerta yang bisa ditempati secara gratis. Selain itu, meskipun banyak kuburan, namun kompleks pemakaman itu sangat dekat dengan permukiman."Jadi kalau terjadi sesuatu kepada Mak Uwok, warga bisa mengetahuinya dengan cepat," kata Ucen, Ketua RT di mana Mak Uwok tinggal.
Ukuran gubuk mak Uwok hanya sekitar 2 x 3 meter. Sangat sempit memang. " "Tapi Alhamdulillah walau seadanya, saya ucapan terima kasih kepada warga di sini yang mau peduli sama nasib emak"," tutur Mak Uwok, lirih.
Di usianya yang kian senja, Mak Uwok kini sering sakit-sakitan dan tak kuat lagi bekerja. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia hanya mengandalkan belas kasihan tetangga sekitar pemakaman umum yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya ini. Kadang ada yang memberinya uang alakadarnya atau sekedar makanan.
"Seandainya anak-anak ema masih hidup. Sepertinya nasib ema gak seperti ini. Atau suami ema tidak mendului meninggal..."Kisahnya, seraya menitikan air matanya.
Mak Uwok sebenarnya merupakan ibu dari sembilan anak. Namun, semuanya telah meninggal dan tak bersisa seorang pun. Begitu pula suaminya, Mang Sarif. Lelaki tumpuan harapan Mak Uwok tersebut meninggal saat Mak Uwok dan keluarganya hijrah ke Bandung.
"Semua anak-anak ema meninggal. Suami lebih dulu meninggalkan ema." Ungkapnya, sambil terbata menahan tangisnya.
Saat masih hidup, mendiang Mang Syarif (suami mak Uwok) mencari nafkah sebagai tukang patri keliling, ia boleh dikatakan lelaki tangguh dalam hal mencari nafkah. Meskipun penghasilannya tidak besar, namun cukup untuk menghidupi Mak Uwok dan anak-anaknya, dan bahkan membelikan rumah sangat sederhana untuk tempat tinggal.
Kini Mang Syarif dan sembilan anaknya tinggal nama meninggalkan Mak Uwok yang sudah renta sendirian. Bukan hanya itu, tanah dan tempat tinggal Mak Uwok pun telah lama berpindah nama karena dijual kepada saudaranya ketika Mak Uwok dan keluarga hijrah ke Bandung.
"Tadinnya pidah ke Bandung ingin mengubah nasib... ternyata musibah yang ema dapat." Ungkap Mak Uwok, menyeka air matanya yang terus mengalir dipipinya yang keriput.
Pjs Kepala Desa Wanakerta, Tardi, menjelaskan, pihak desa tak bisa berbuat banyak terhadap nasib Mak Uwok. "Daftar penerima BLT dikeluarkan oleh pemerintah, bukan oleh pihak desa. Pihak desa tak berwenang mengubah daftar penerima BLT meskipun kami tahu bahwa sebenarnya Mak Uwok memang sangat butuh bantuan dan sangat layak menerima BLT," ungkapnya.
Kendati demikian, menurut Tardi, pihaknya akan memprioritaskan Mak Uwok jika ada bantuan serupa yang digulirkan oleh pemerintah. "Bahkan kami meminta agar pihak RW atau pengelola raskin agar menggratiskan raskin kepada Mak Uwok dan orang-orang yang senasib dengan Mak Uwok dan biayanya akan ditanggung pihak desa," tegasnya.
Note :
Nah Itulah kisah hidup nenek yang tidak pernah menerima satupun bantuan dari pemerintah dengan kondisi yang memprihatinkan karena sang nenek hanya hidup sebatang kara dengan kondisi rumah yang tidak layak ditempati, Sebenarnya hal tersebut dapat di tangani jika warga atau kepala desa mau memasukan orang-orang yang tidak mendapatkan bantuan.
Baca Juga :
loading...
0 Response to "Kisah Hidup Nenek Berumur 70 Tahun Yang Tinggal Di Pemakaman"
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Berkunjung Dan Membaca Artikel Sederhana Ini :
> Silahkan Berkomentar Sesuai Topik Pembahasan
> Tidak Menerima Link Aktif Maupun Spam